SUMENEP KompasNews.id Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kab. Sumenep diduga bermain mata dengan pemilik sertifikat pantai. Dugaan ini menguat setelah adanya tiga sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN Sumenep. Kata Sarkawi, Ketua Brigade 571 TMP. Korwil Madura sekalian ketua pokmaswas kelautan dan perikanan kecamatan Kalianget kepada awak media.
Sarkawi, menuding adanya sertifikat dengan Nomor Persil 730, yang dalam permohonan sebidang tanah kosong bekas tanah negara yang diberikan dengan hak milik, Nyai Ajeng Maimunah Istri Bapak Marsadik,
Dikatakan Sarkawi, Berdasarkan SK. dari Kakanwil, BPN Provinsi Jawa Timur Tertanggal 31-10-1991 No.1494/HM/35/1991. Dengan surat ukur 301 bekas tanah negara dengan luas 13.950 M2 yang di keluarkan oleh BPN Sumenep Tanggal 11-9-1997 dengan nomor 2497/ 1997.
Ia juga menjelaskan, Pada tanggal 12-11-2009 sebidang bekas tanah negara tersebut dialihkan lagi oleh pemohon pertama atau di jual belikan kepada Sri Sumarlina Ningsih yang dengan dalih sebidang tanah kosong untuk dibangun usaha tambak.
Namun, sambungnya, Pada tanggal 19 Pebruari 2014 pemilik sebidang tanah kosong yang tadinya untuk dibangun tambak, oleh H. Sri Sumarlina Ningsih tidak dibangun tambak melainkan dijadikan usaha lainnya.
” Kita soal, karena awalnya, sebidang tanah yang dimohon untuk di bangun tambak itu ternyata di bangun sebuah pelabuhan TUKS, dengan mengajukan rekomendasi, penerbitan UKL UPL terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) Gersik putih di pelabuhan Kalianget”
Jadi, kata Sarkawi, H. Sumarlina, selaku pemohon, telah melakukan pengurusan izin ke Dinas lingkungan hidup (DLH) Kabupaten Sumenep dengan Surat tembusan kepada bapak Bupati Sumenep dan kepala Badan pelayanan perizinan terpadu (Bppt) kab Sumenep. Tegasnya
Hanya, kata Sarkawi, pihaknya selaku ketua Pokmaswas kelautan dan perikanan kecamatan Kalianget, menyoal, jika pemohon telah mengalihkan fungsi lahan yang awalnya status tanah kosong milik negara di mohon untuk dibangun usaha Tambak, namun menjadi pelabuhan atau terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS).
Apalagi, tuding Sarkawi, lokasi yang dijadikan pembangunan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) Gersik putih itu bukan di lokasi yang di mohon melainkan pantai yang sebelumnya menjadi tumpuan masyarakat untuk mencari ikan dan kekayaan laut.
Pertanyaannya muncul, kok bisa BPN mengeluarkan sertifikat, tanah yang statusnya pantai atau dibibir pantai yang nyata-nyata adalah tanah negara, yang kewenangannya ada di dinas kelautan hal ini di pertanyakan keabsahan BPN selaku pembuat sertifikat tanah atas nama H. Sumarlina Ningsih selaku pemohon.
Kemudian, kata dia, pihak BPN juga mengeluarkan dua sertifikat lainnya tertanggal 4/11/2009, atas nama . H. Umar Sadik Harmadi dengan luas 19.900 M2 dengan Nomor Persil 1303 itupun lahan pantai bukan Tanah kosong,lagi lagi tertanggal 17/04/2012 sertifikat tersebut dihibahkan ke atas nama NUR ILHAM
Namun, seiring berjalannya waktu proses peralihan terjadi sekitar tanggal 10-12-2014 dalam Surat ukur yang awalnya berbunyi, bahwa sebidang tanah kosong itu untuk di bangun Tambak, kenyataannya dilapangan oleh Nur Ilham itu dibangun TUKS yang statusnya sampai tahun ini belum mengantongi izin alias ilegal. Tudingnya
Sedangkan satu sertifikat lainnya yang di keluarkan oleh BPN Sumenep dengan luas 19.860 M2 dengan Nomor Persil 1302 atas nama SRI SUMARLINA NINGSIH dengan surat ukur nomor 66/Kalianget timur/2009. juga berbunyi sebidang tanah kosong untuk tambak.
Ia menjelaskan, demi keabsahan dan legalitas yang jelas, Sarkawi selaku ketua Pokmaswas Kelautan dan perikanan kec. Kalianget, meminta kepada pihak BPN untuk melakukan revisi kembali terkait terbitnya tiga sertifikat yang dikeluarkan oleh kantor BPN Sumenep yang diduga tidak sesuai dengan bukti di lapangan.
” jadi, saya sudah lakukan permohonan revisi kepada pihak BPN, Kemudian direspon baik sehingga, pada tanggal 12-9-2023 pihak dari BPN Sumenep turun kelokasi sengketa pantai yang terbit sertifikat dari BPN Sumenep”
Kedatangan mereka ke lokasi itu di Pimpin oleh Kabag Humas BPN bapak DODI dan tiga orang staf bagian pengukuran dan penindakan, baru setelah itu dilanjutkan dengan mediasi di ruang kantor BPN di pimpin oleh bagian penindakan bapak Gufron.
Dalam mediasi tersebut kata Sarkawi, bagian pengukuran menghubungi penegak hukum untuk melakukan pengukuran ulang untuk menentukan titik koordinat sertifikat tersebut. proses tersebut awalnya lancar BPN Sumenep dan penegak hukum yang menangani kasus tersebut juga berjalan lancar.
Sampai Januari tahun 2024, Pihak BPN Sumenep dan penegak hukum, seakan tidak ada tindak lanjutnya kembali, makanya, saya selaku pelapor meminta kepada Kepala BPN Sumenep dan bapak Kapolres Sumenep untuk menyikapi masalah tersebut, biar kedepannya tidak ada lagi penyerobotan bibir pantai atau laut hususnya di kabupaten Madura, pungkasnya.(ay/s)