Mojokerto, kompasnew.id – Praktik jual beli lembar kerja siswa (LKS) di SMPN 1 Gedeg, Kabupaten Mojokerto disinyalir menjadi kesempatan bagi oknum tertentu untuk meraih keuntungan pribadi dan mengatasnamakan sekolah.
Fenomena ini sudah jamak terjadi di sekolah-sekolah Negeri yang ada di Kabupaten Mojokerto, kebiasaan ini sebenarnya sudah berlangsung lama meski telah dilarang oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemendikbud telah menegaskan jual beli LKS yang dilakukan pihak sekolah dan biasanya bekerja sama dengan penerbit atau pihak ketiga lainnya termasuk pungutan liar (pungli).
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 juga melarang pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, menjual buku pelajaran, bahan ajar, seragam sekolah atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan.
Efendi (42) Salah seorang Wali Murid yang berhasil diwawancara mengatakan, jika hingga saat ini peredaran LKS di lingkup SMPN 1 Gedeg masih diperbolehkan dan diizinkan.
“Ya untuk sementara ini LKS belum ada pemberitahuan diperbolehkan atau tidak, jadi masih jalan LKS-nya dan masih diperbolehkan,” kata dia.
Ia juga mengungkapkan jika LKS sejauh ini yang menaungi adalah sekolah. Pendistribusian dan penjualannya langsung dilakukan oleh koperasi.
“Yang menangungi ya sekolah sendiri, jadi langsung penjual ke sekolah. Dan saya tidak tahu ada izin dari Dispendik atau tidak,” ungkapnya.
Ia juga menuturkan jika LKS langsung dinaungi oleh pihak koperasi sekolah dan dari penjualan LKS tersebut terdapat keuntungan yang diperoleh pihak Kopsis.
“Jadi ya ada keuntungan, tapi ya untuk kopsis,” singkatnya.
Sedangkan, untuk alur pembuatan LKS ia menduga untuk yang pertama kali disusun oleh MGMP masing-masing mata pelajaran, kemudian naskah yang disusun tersebut dikirim ke penerbit, dicetak oleh penerbit, dan dijual di koperasi.
“Untuk penerbit per LKS berbeda-beda, jadi musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) itu satu penerbit,” katanya.
Informasi yang dihimpun, meski setiap sekolah memiliki koperasi, namun distributor LKS tidak langsung bertransakasi dengan pihak koperasi. Semua bisnis di bawah kendali guru.
Ketua Lingkar Jubir Rakyat, Priyo Suwondo mengecam dan malu terkait adanya dugaan praktik pungli yang masih terjadi, apalagi disektor pendidikan yang ada di Kabupaten Mojokerto.
“Saya turut mengapresiasi keberanian wali siswa yang melaporkan ke wartawan untuk melaporkan dugaan praktik pungli di SMPN 1 Gedeg. Dan saya mengecam praktik pungli yang terus terjadi ini, saya ikut malu hal itu bisa terjadi di institusi yang ada di bawah Kementerian Pendidikan apalagi disektor pendidikan itu sendiri,” katanya. Rabu (7/3/2024).
Selain itu, lanjut pria yang juga aktivis Pendidikan ini, jika penafsiran pendidikan hingga saat ini belum mengalami proses reformasi. Sehingga, pihaknya mengingatkan agar masing-masing sekolah untuk hati-hati dalam penarikan seperti LKS.
“Praktik pungli itu berpotensi besar ke wilayah tindak pidana. Jadi hati-hati saja bagi sekolah-sekolah yang melakukan praktik penarikan itu,” tegas dia.
Berdasarkan KUHP praktik pungli bisa dijerat dengan Pasal 368 dengan acaman hukuman maksimal 9 tahun dipenjara. Dan jika pelaku pungli berstatus PNS maka akan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun dipenjara.
Dan pembelian LKS dengan jumlah tertentu tersebut juga bertentangan dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang pungutan dan sumbangan biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar.
“Saya meminta sekolah-sekolah yang melakukan pungli itu mengembalikan uang kepada wali murid. Jadi, tidak perlu memaksakan siswa itu untuk membeli,” tegas pria berkacamata ini.
Kepala SMPN 1 Gedeg, Sumardi saat dikonfirmasi, rabu (6/3/2024) membenarkan adanya penjualan buku LKS, dirinya mengarahkan awak media untuk menghubungi pihak penyedia buku,
“Terkait LKS ya Sampeyan Hubungi penyedia (LKS) saja,” Jawabnya singkat.
Kepada awak media, Sumardi juga tidak menampik ada infaq di sekolah nya, dirinya menyebut itu urusan komite dengan Wali murid,
*jenenge infaq ya sak ikhlas e, itu urusan komite,” Pungkasnya.
(bersambung/red)