Sindoraya.com, Sampang, – Aksi demonstrasi menuntut percepatan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Kabupaten Sampang, pada hari Selasa (28/10/2025), berujung ricuh dan menimbulkan kerusakan pada sejumlah fasilitas publik. Peristiwa tersebut menuai sorotan dan kecaman dari berbagai pihak.
Abdul Hafidz, aktivis sekaligus pemerhati politik Jawa Timur, menilai bahwa tindakan anarkis dalam aksi tersebut merupakan kesalahan strategis yang mencederai esensi demokrasi.
“Ketertiban umum adalah harga mati dalam berdemonstrasi. Hak untuk menyampaikan pendapat dijamin, tapi perusakan tidak akan pernah dibenarkan oleh hukum mana pun,” tegas Hafidz, Rabu (29/10/2025).
Menurutnya, tindakan perusakan fasilitas publik seperti rambu lalu lintas, area alun-alun, hingga properti pemerintah mencerminkan kegagalan sebagian oknum dalam memahami batas antara perjuangan politik dan tindakan kriminal.
Hafidz menjelaskan, sedikitnya ada tiga hal penting yang perlu dievaluasi dalam aksi tersebut :
Pertama, tindakan perusakan justru mengkhianati kepentingan masyarakat luas. Fasilitas publik yang dirusak adalah milik rakyat dan dibiayai dari uang pajak rakyat.
Kedua, demokrasi menuntut kedewasaan dan tanggung jawab moral. Setiap aspirasi harus disampaikan secara tertib agar tidak menimbulkan kerugian sosial yang lebih luas.
Ketiga, aksi anarkis membuat isu utama tenggelam. Fokus pemerintah dan aparat kini beralih untuk mengusut kasus perusakan, bukan lagi membahas substansi tuntutan percepatan Pilkades.
“Sampaikan aspirasi sekeras-kerasnya, tapi jangan pernah sentuh properti publik. Perusakan fasilitas umum adalah cermin peradaban kita,” ujarnya.
Hafidz juga mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap para pelaku anarkisme, tanpa mengabaikan hak masyarakat dalam menyampaikan pendapat.
“Pemerintah harus memfasilitasi aspirasi rakyat, tetapi juga wajib menegakkan hukum terhadap pelaku perusakan. Kebebasan berpendapat tidak boleh dijadikan alasan untuk berbuat kriminal,” pungkas Hafidz.
Samsul A.
